BOGOR – Era digital yang telah muncul sebagai puncak revolusi teknologi, tidak hanya mengubah cara kita berinteraksi dengan informasi tetapi juga mengalami perubahan drastis dalam dinamika komunikasi politik. Sejak awal era ini, pergeseran besar telah terjadi dalam cara politisi berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat.
Perubahan ini terwujud melalui penggunaan media sosial, alat utama yang membentuk wajah baru komunikasi politik di tengah kemajuan teknologi yang pesat.
Komunikasi politik tradisional telah beralih menjadi lebih interaktif dan terbuka di era digital. Politisi tidak hanya menggunakan platform media sosial sebagai saluran untuk menyampaikan pesan, tetapi juga untuk berinteraksi langsung dengan pemilih. TikTok, sebagai salah satu platform media sosial yang sangat populer, telah memberikan dimensi baru dalam komunikasi politik. Dengan format video pendeknya, TikTok memungkinkan politisi untuk menyampaikan pesan secara kreatif dan menarik dan mencapai audiens yang lebih luas.
Pengaruh TikTok dalam Kampanye Politik
Tiktok saat ini menjadi Media Sosial yang memiliki peran paling menonjol dalam transformasi komunikasi politik di Indonesia. Diluncurkan pada tahun 2016, TikTok telah menjadi fenomena global dengan lebih dari 99,1 juta pengguna berusia 18 tahun ke atas di Indonesia (We Are Social, 2022). Partai politik dan politisi telah mengambil inisiatif memanfaatkannya sebagai saluran kampanye, menciptakan pola kampanye baru. Pada Pemilu 2024 ini dikenal sebagai Pemilu Tiktok karena maraknya politisi yang berkampanye melalui platform ini.
Politikus terkenal seperti Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, dan Sandiaga Uno juga turut meramaikan Tiktok dengan jumlah pengikut masing-masing yang mencapai lebih dari 5 juta dan 1 juta. Data ini mencerminkan peran media sosial dalam menciptakan wajah baru kampanye politik, terutama dengan pendekatan yang lebih personal dan interaktif (Virdika Rizky, 2023). Fenomena ini memberikan ruang bagi politisi untuk berinovasi dan berinteraksi secara kreatif dengan pemilih.
Kampanye di Tiktok memiliki dinamika yang unik, Politisi tidak hanya menggunakan platform ini sebagai saluran untuk menyebarkan pesan-pesan politik, tetapi juga sebagai ruang untuk terlibat secara langsung dengan pemilih. Video pendek dan live streaming yang saat ini ramai digunakan untuk menciptakan interaksi dua arah
yang intens antara politisi dan pemilih. Politisi sering kali mengajak pemilih untuk berpartisipasi dalam merespons pertanyaan dalam kolom komentar di Platform ini.
Dampak kampanye di TikTok terlihat dari tingginya partisipasi pemilih muda dan generasi Z yang cenderung aktif di platform ini. “’Dengan meluasnya popularitas Tiktok di Asia Tenggara, platform tersebut menjadi platform terbaru bagi kaum muda untuk mengekspresikan aspirasi politik mereka.” (Jalli, 2021:112). Dampak ini menjadi salah satu bukti bahwa Politisi berhasil membangun kehadiran di Tiktok dapat menjangkau pemilih yang mungkin tidak terjangkau melalui metode kampanye tradisional. Pemilih merasa lebih terhubung dengan politisi melalui konten yang bersifat lebih personal dan menghibur.
Menanggapi fenomena tersebut, perlu dicatat bahwa kampanye di Tiktok juga membawa tantangan. Potensi disinformasi atau penyajian isu yang dangkal perlu diatasi, keberhasilan kampanye tidak hanya diukur dari seberapa populer suatu konten, tetapi juga sejauh mana pesan politik dapat diterima dan dipahami dengan benar oleh pemilih. Dengan demikian, penggunaan Tiktok dalam kampanye politik tidak hanya merubah cara politisi berkomunikasi, tetapi juga mempengaruhi partisipasi politik dan hubungan antara politisi dan pemilih dalam era digital.
Tantangan dan Peluang Komunikasi Politik di TikTok
Meskipun TikTok memberikan peluang baru dalam komunikasi politik, platform ini juga dihadapkan pada tantangan tertentu. “Potensi penyebaran disinformasi, pesan politik yang kurang substansial, dan algoritma yang menekankan konten viral menjadi tantangan yang harus diatasi” (Oparaugo, 202:87) mencatat bahwa politisi sering kali lebih fokus pada pesan negatif, ujaran kebencian, hoaks dan berita palsu untuk mendapatkan perhatian dibandingkan memberikan informasi yang substansial.
Tantangan lain yang perlu diatasi dalam kampanye politik di TikTok adalah maraknya hujatan dan penggiringan opini. Dalam proses kampanye di media digital ini terdapat risiko tinggi bahwa politisi dapat menjadi sasaran hujatan atau manipulasi opini dari pihak yang tidak setuju. Ujaran kebencian dapat dengan mudah menyebar dan dapat memengaruhi persepsi publik terhadap seorang politisi atau partai. Oleh karena itu, politisi perlu mempertimbangkan strategi yang efektif untuk menanggapi komentar negatif dan memastikan bahwa kampanye mereka tidak terperangkap dalam lingkaran penggiringan opini yang dapat merugikan reputasi mereka.
Di tengah tantangan tersebut, terdapat peluang dalam penggunaan TikTok untuk komunikasi politik. Basis pengguna yang mayoritas terdiri dari generasi muda menciptakan potensi untuk mendekatkan politisi dengan pemilih yang mungkin lebih responsif terhadap format konten yang kreatif. Video pendek, musik dan efek visual dapat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan pesan politik dengan cara yang inovatif dan menarik. Adanya fitur live streaming juga memberikan kesempatan untuk interaksi langsung antara politisi dan pemilih, membangun hubungan yang lebih personal.
Dalam perspektif positif TikTok bukan hanya sekedar platform kampanye, melainkan juga cermin dinamika kompleks dalam komunikasi politik di era digital.
Politisi yang mampu mengelola pesan secara efektif, menunjukkan kreativitas dalam penyampaian ide, dan menjaga integritas informasi akan lebih mungkin meraih keberhasilan dalam kampanye politik di platform ini.
Secara keseluruhan, penggunaan TikTok dalam kampanye politik membawa sejumlah tantangan, termasuk potensi penyebaran disinformasi dan risiko ujaran kebencian. Namun, di tengah tantangan tersebut, terdapat peluang untuk menciptakan komunikasi politik yang inovatif, terutama dengan basis pengguna TikTok yang mayoritas terdiri dari generasi muda. (Nanda Azzahra
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media).