Oleh : Sutrio, SKM., M.Kes
Dosen Prodi D3 Gizi Politeknik Kesehatan Tanjung Karang
Istilah stunting saat ini sangat populer dan sosialisasi sudah sangat sering baik oleh puskesmas atau oleh pemerintah melalui baliho, poster yang dipasang ditempat-tempat umum.
Peringatan Hari Gizi Nasional Ke-63 yang jatuh pada tanggal 25 Januari 2023 merupakan momentum penting dalam menggalang kepedulian dan meningkatkan komitmen dari berbagai pihak untuk bersama membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi melalui gizi seimbang dan produksi pangan berkelanjutan, dengan tetap mengangkat Tema tentang pencegahan stunting “Protein Hewani Cegah Stunting dan “Isi Piringku Kaya Protein Hewani”.
Faktanya sebagian masyarakat mempersepsikan pengertian stunting cenderung kepada tanda-tanda fisik yang meliputi anak terlihat kecil, serta pertumbuhan lambat, dengan ciri-ciri badan pendek, kurus, lemah dan kurang gizi. Dampak stunting dihubungkan dengan gampang sakit, lemah, tidak bersemangat, malas gerak, cacat fisik dan daya tangkap anak berkurang. Stunting disebabkan karena anak tidak diberi ASI, tidak melakukan imunisasi, cacingan, gizi kurang, tidak mengkonsumsi makanan yang bergizi saat hamil, faktor genetik dan kelahiran premature.
Hal ini menunjukan bahwa, minimnya literatur tentang stunting saat ini yang masih terbatas pada aspek fisik, menyebabkan sebagian masyarakat terutama para ibu balita abai dalam memantau tinggi badan anak balita. Ibu balita belum tahu bahwa faktor lingkungan seperti air bersih dan sanitasi merupakan penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada anak. Pencegahan dan penanggulangan stunting yang dilakukan ibu hanya terfokus pada intervensi gizi spesifik saja tanpa adanya intervensi gizi sensitif, seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, penggunaan jamban sehat, kebersihan diri dan lingkungan.
Sebagian ibu balita juga tidak merasa cemas dan khawatir saat mengetahui bahwa anak mengalami stunting karena ibu berfikir bahwa masih bisa beraktivitas seperti biasa, tetap bermain, tidak sakit, sehingga pendek/stunting masih dianggap sebagai faktor keturunan.
Kesalahpahaman yang menganggap stunting disebabkan oleh faktor keturunan dapat menyebabkan orang tua anak maupun masyarakat luas masuk kedalam sikap pasif, yaitu hanya menerima kondisi yang ada, sehingga terpaksa harus menanggung semua akibat stunting sampai anak dewasa.
Tanpa informasi yang utuh mengenai pengertian stunting, penyebab dan dampaknya, maka tidak ada dasar awal pembentukan persepsi yang memadai. Persepsi dan pemahaman yang akurat, mempermudah keterlibatan masyarakat dalam program pemerintah mengatasi stunting. Untuk merubah persepsi yang salah tentang stunting ada beberapa upaya yang bisa dilakukan antara lain petugas kesehatan melakukan sosialisasi lanjutan mengenai stunting, edukasi gizi, PHBS serta KIA dengan lebih sering menggunakan media promosi kesehatan yang mudah dipahami oleh semua kalangan.
Informasi yang digaungkan bukan saja berkaitan dengan aspek fisik akibat stunting dan faktor langsung penyebab stunting, tetapi lebih diutamakan pada akibat stunting terhadap kecerdasan dan perkembangan otak anak dan faktor tidak langsung penyebab stunting seperti ketersediaan air bersih dan sanitasi. Ibu diharapkan lebih sering berkonsultasi dan melakukan komunikasi dengan kader posyandu serta petugas kesehatan, agar memperoleh informasi yang lengkap dan tepat tentang stunting.
Sehingga, persepsi ibu tentang stunting lebih adekuat dan pemerintah diharapkan dapat meningkatkan akses air bersih dan sanitasi, penanggulangan kemiskinan serta edukasi orang tua mengenai asupan makanan bergizi, penyakit infeksi, kesehatan ibu dan anak, serta perilaku hidup bersih dan sehat.(*)
Klik Gambar