PRINGSEWU | Kejaksaan Negeri Pringsewu melakukan penghentian dua perkara sekaligus berdasarkan keadilan restoratif (restoratif justice).
Perkara yang dihentikan yakni penadahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 ke-1 KUHP terhadap Tersangka T dan perkara pencurian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP terhadap Tersangka RD, Selasa (21/3).
Penghentian 2 perkara berdasarkan keadilan restoratif justice tersebut dilakukan oleh Kejari Pringsewu setelah tercapainya perdamaian antara korban dan pelaku yang diinisiasi dan difasilitasi oleh Kejari Pringsewu dan adanya persetujuan untuk dilakukan penghentian penuntutan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI melalui sarana video conference pada hari Senin tanggal 20 Maret 2023 yang kemudian ditindaklanjuti dengan penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) oleh Kajari Pringsewu berdasarkan keadilan restorasi.
Kepala Kejaksaan Negeri Pringsewu Ade Indrawan, melalui Kasi Intelijen I Kadek Dwi mengatakan, saat ini Kejaksaan RI melalui peraturan Jaksa Agung RI nomor 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan jawaban atas keterbatasan undang-undang No 8 tahun 1981 tentang kitab hukum acara pidana yang pada era dewasa ini, undang-undang tersebut tidak lagi dapat mengakomodir secara utuh nilai-nilai keadilan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat yang mendambakan hukum progresif dalam bingkai sistem Eropa continental.
“Konsep restoratif justice merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dan korban itu sendiri. Penegakan hukum pidana berdasarkan hukum acara yang dilakukan dengan sentuhan rasa humanis tersebut, Kejaksaan RI bukan hanya sekedar aparat penegak hukum, tapi juga sebagai penegak keadilan,” kata Kadek saat dihubungi via WhatsApp, Rabu (22/3).
Berdasarkan kronologi, tersangka T melakukan tindak pidana penadahan di Pekon Pandansari Selatan, Kecamatan Sukoharjo yang merupakan rangkaian dari tindak pidana pencurian 3 (tiga) ekor sapi ternak milik korban yang dilakukan oleh pelaku P.
Selanjutnya, pada tanggal 15 Januari 2023 lalu, sekira pukul 12.30 Wib pelaku P melakukan kesepakatan dengan tersangka T untuk menukarkan 3 (tiga) ekor sapi curian yang diakui adalah milik pelaku P dengan 1 (satu) ekor sapi milik tersangka T ditambah dengan uang sejumlah Rp11.500.000 rupiah. Keesokan harinya pada saat dilakukan transaksi, tersangka T merasa curiga bahwa 3 (tiga) ekor sapi milik pelaku P merupakan hasil kejahatan.
” Kecurigaan ini dikarenakan pelaku P menyerahkan 3 ekor di sebuah ladang dan bukan di kandang sapi milik pelaku P yang lazim dilakukan dalam proses jual beli ternak sapi. Namun, pada saat itu tersangka T tetap melakukan proses jual beli sapi tersebut,” beber Kadek.
Kemudian, lanjut Kadek, untuk kronologi tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh Tersangka RD yaitu berawal pada hari Jumat tanggal 13 Januari 2023 sekira jam 20.45 WIB, bertempat di Hombes ATP (Gudang) Pringsewu Lampung yang berada di Pekon Tambahrejo Kecamatan Gadingrejo.
Tersangka RD diketahui melakukan pencurian berupa 1 (satu) buah gulungan kabel type ADSS-SS-100M-24B1.3 dengan panjang kurang lebih 3.000 (tiga ribu) meter milik PT. IFORTE yang bernilai kurang lebih sebesar Rp18.000.000 (delapan belas juta rupiah). Pencurian kabel oleh tersangka RD yang bekerja sebagai buruh harian tersebut dilakukan setelah adanya perintah dari Andi (DPO) dan Rawan (DPO), keduanya merupakan pegawai di PT. TKM (bidang kabel).
“Mereka (kedua DPO, red) mengetahui adanya kabel tersebut di gudang milik PT. IFORTE, dan menyuruh tersangka RD melakukan pencurian dengan upah Rp300 ribu rupiah,” tambahnya.
Atas dasar itulah kemudian Kejari Pringsewu melakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorasi terhadap 2 perkara pidana tersebut karena telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Peraturan Kejaksaan RI No. 15 tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
” Yakni, tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun dan korban telah memaafkan perbuatan tersangka serta bersedia melakukan kesepekatan perdamaian tanpa syarat apapun,” pungkas Kadek.(*)
Klik Gambar