Lampung Utara – Polemik pemberitaan terkait dugaan pemalsuan akta kematian di Lampung Utara semakin berkembang.
Beberapa pihak menyoroti adanya oknum wartawan yang diduga tidak memahami prinsip-prinsip dasar jurnalistik dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, terutama dalam hal hak jawab dan keberimbangan berita.
Dalam Pasal 1 angka 11 UU Pers disebutkan bahwa hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan yang merugikan nama baiknya. Media yang bersangkutan berkewajiban memuat hak jawab tersebut guna menjaga prinsip keberimbangan informasi.
Namun, muncul dugaan bahwa beberapa oknum wartawan justru saling beradu pemberitaan tanpa terlebih dahulu mengonfirmasi pihak yang pertama kali memberitakan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa pemberitaan yang tidak berimbang dapat menggiring opini publik yang keliru.
![](https://hariangloballampung.com/wp-content/uploads/2023/01/IMG-20230113-WA0001.jpg)
“Seharusnya, sebelum membuat berita sanggahan, wartawan memastikan terlebih dahulu duduk perkara yang sebenarnya. Konfirmasi ke pihak yang pertama kali memberitakan sangat penting agar informasi yang disampaikan tetap objektif,” ujar seorang sumber, Senin (10/02/2025).
Selain itu, dalam kasus ini, muncul pertanyaan mengenai laporan yang diajukan ke aparat penegak hukum melaporkan dugaan kehilangan sertifikat, sementara permasalahan yang mencuat justru terkait dugaan fitnah dalam pemberitaan.
Polemik ini menjadi pengingat pentingnya profesionalisme dalam dunia jurnalistik. Setiap berita harus didasarkan pada fakta yang telah diverifikasi, serta memberikan ruang bagi hak jawab agar informasi yang disampaikan tetap seimbang dan tidak berpihak. (*)
Klik Gambar![](https://hariangloballampung.com/wp-content/uploads/2023/05/WhatsApp-Image-2023-05-31-at-20.46.36-copy.jpg)